Selasa, 29 Juni 2010

DEMORALISASI MANUSIA DAN KELANGKAAN OKSIGEN



ONESIMUS HIHIKA

KabarIndonesia - Oksigen begitu penting bagi manusia. Menurut beberapa literatur mengatakan bahwa orang yang kekurangan oksigen akan mengalami hal-hal seperti mudah lelah, tidak fokus, mudah mengantuk dan yang paling ekstrim adalah kematian. Pada kondisi biasa (tidak melakukan aktivitas apa-apa seperti kerja berat ataupun olahraga), kebutuhan rata-rata manusia untuk oksigen adalah 375 liter per hari. Jika 1 liter setara dengan 1 kg, maka jika dikonversikan ke kg, kebutuhan manusia akan oksigen per hari adalah 375 kg Kebutuhan oksigen ini didapatkan secara gratis atau cuma-cuma. Andaikan kalau dicharge ke kita seperti yang dilakukan rumah sakit pada pasiennya per kebutuhan kita, berapa yang harus kita bayar? Di rumah sakit Samarinda misalnya harga per tabung oksigen adalah senilai Rp 85,000 (http://www.samarinda.go.id). Untuk 1 tabung oksigen setara dengan 4 kilogram. Kita asumsikan andaikan kebutuhan oksigen ini kita charge seperti yang dilakukan rumah sakit. Jika 1 tabung oksigen setara dengan 4 kilogram dan kebutuhan rata-rata manusia adalah 375 kg/hari, maka yang dibutuhkan adalah 375 kg/hari dibagi dengan 4 kg/tabung oksigen atau sekitar 94 tabung oksigen setiap harinya. Jika 1 tabung oksigen senilai Rp 85,000 maka dalam 1 hari saja kita harus membayar sebesar 94 tabung dikalikan per tabungnya adalah Rp 85,000 atau seharga Rp 7,990,000/hari.

Jika dengan demikian berapa yang akan kita bayar selama setahun? Atau jika memakai usia saya sendiri saat ini yaitu 26 tahun. Sudah berapa banyak yang saya harus bayar demi oksigen? Jika kita harus bekerja mencari uang, berapa gaji yang kita butuhkan selama sebulan untuk membayar oksigen? Oksigen secara cuma-cuma didapatkan melalui pohon ketika melakukan proses fotosintesis. Pohon menyerap CO2 dan mengeluarkan O2 (oksigen) yang dihirup oleh manusia. Persoalannya adalah ketersediaan oksigen gratis ini sering disia-siakan oleh manusia. Manusia justru penyebab utama menipisnya ketersediaan oksigen gratis bagi dirinya sendiri. Penyebab menipisnya ketersediaan oksigen gratis ini paling tidak disebabkan oleh dua hal yaitu uncontrol deforestry dan demoralisasi manusia. Pertanyaannya adalah dari ke dua sumber masalah di atas, bagaimana solusinya? Bagaimana (strategi) memulainya, factor-faktor apa saja yang perlu mendukung ini? Sepintas dapat dijelaskan bahwa solusi dari penyebab diatas dapat dilakukan dengan cara mengembalikan kedua factor penyebab diatas ke kondisi yang seharusnya. Proses pengembalian ini tentunya memerlukan strategi, cara dan pendukung lainnya. Catatan di bawah ini adalah paparan tentang uncontrol deforestry dan bayangan tentang akibat yang dimunculkan jika hal ini terus terjadi. Penyebab uncontrol deforestry oleh APHI (2004) dikatakan antara lain: illegal logging, penyelundupan kayu, perambahan kawasan hutan, konversi kawasan hutan, dan tumpang tindih peraturan. menurut Holmes (dalam Irwanto, 2006) mengatakan untuk Indonesia saja kehilangan sekitar 2 juta hektar hutan setiap tahun. Padahal untuk 1 pohon bisa menghasilkan sekitar 1,2 kg oksigen per harinya. Asumsikan jika 1 hektar lahan berisi 10 pohon, maka untuk 2 juta hektar/tahun hutan yang hilang itu sama dengan menghilangkan 20 juta pohon. Jika satu pohon menghasilkan sekitar 1,2 kg oksigen/hari, dan jika 1 tahun adalah 365 hari maka 20 juta pohon itu bisa menghasilkan sekitar 7,300,000,000 kg oksigen. Jika manusia membutuhkan setiap harinya adalah 375 kg oksigen atau 136,875 kg/tahun maka kehilangan 20 juta pohon itu sama dengan menghilangkan kesempatan hidup 53,333 manusia, atau memaksa 53,333 manusia ini untuk sepanjang hidupnya menghabiskan waktunya mencari uang demi membeli oksigen tabung.

Ketakutan saya adalah konflik masa depan adalah konflik demi memperebutkan ketersediaan oksigen. Oleh karena itu untuk menyelesaikan sebab pertama diperlukan penyelesaian pada sebab kedua yaitu demoralisasi manusia. Bagi saya, persoalan pertama hanyalah lecutan dari persoalan demoralisasi pada manusia. Demoralisasi manusia adalah sebab utama dari semua kerusakan hutan dimana saja. Demoralisasi manusia jugalah yang menjadikan sumber oksigen kita terus berkurang tiap harinya. Untuk mengembalikan kondisi demoralisasi manusia ini pada kondisi yang seharusnya diperlukan dua hal yaitu: 1. Kesadaran Apa itu kesadaran? Benarkah setiap hari kita berjalan dalam kondisi sadar? Kesadaran adalah upaya terkontrol dan upaya untuk berusaha mengendalikan diri baik tindakan, sikap, mental, pikiran maupun jiwa. Mengapa demikian? Dalam pemahaman filsafat timur, perbuatan, tindakan, keadaan pikiran kita akan membawa pengaruh bukan saja pada diri kita tetapi pada dunia. Dalam konsep filsafat timur yang disebut kesadaran adalah bahwa ketika kita menyadari mengapa kita dan dunia seperti ini sekarang ini maka kita perlu melihat ke masa lalu kita, atau bagaimana kita dan dunia di masa depan tergantung pada perbuatan dan tindakan kita hari ini. Pertanyaannya adalah bagaimana kesadaran dimunculkan dan dibentuk? Perlu diadakan revisi kembali tentang konsep antrhoposentrisme. Manusia selama ini memandang dirinya sebagai pusat dari sistem alam semesta. (Sonny Keraf, 2002) bahwa segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.

Oleh karena itu, alam pun dilihat hanya sebagai objek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Pemahaman sebagai mahkluk termulia (anthroposentrisme) inilah yang menjadikan manusia melakukan eksploitasi atas alam tanpa diimbangi dengan konsep pemeliharaan terhadap alam. Banjir, kemarau panjang, pemanasan global hanyalah upaya alam untuk kembali pada kondisi setimbangnya. Jika perlu dilakukan revisi terhadap konsep anthroposentrisme ini bagaimana melakukannya? Sebagai orang yang meyakini bahwa mengetahui adalah langkah awal bagi terbentuknya kesadaran, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: Pertama, masukkan kurikulum ekologi sebagai salah satu mata pelajaran pada tingkat SD sampai dengan SMA. Bahkan, pada tingkat universitas mata kuliah ekologi harus menjadi mata kuliah umum wajib yang diikuti oleh mahasiswa. Selama ini pendidikan sendiri secara eksklusif sudah membatasi dirinya pada spesifikasi sehingga menutup mata pada pengetahuan-pengetahuan lain. Pada tingkat universitas misalnya faktanya bahwa matakuliah ekologi kadang hanya dianggap sebagai mata kuliah bagi mereka yang menempuh studi-studi ilmu alam. Begitu juga sebaliknya mata kuliah-mata kuliah tentang social kadang hanya dianggap sebagai mata kuliah yang perlu diketahui oleh mereka yang mendalami ilmu-ilmu social saja. Kekeliruan semacam ini harus dihentikan dari sekarang. Mengapa demikian? Sebagai orang yang memiliki hobby pada ilmu-ilmu social pun kita tetap hidup dengan alam, setiap hari kita bersentuhan dengan alam. Sungguh sebuah ironi ketika sesuatu yang akrab dengan kita dan kita tidak mengenalinya sama sekali. Jika kita sudah tidak mengenalnya, bagaimana kita mencintainya? Begitu juga dengan mereka yang menggeluti ilmu-ilmu alam. Sebagai manusia kita selalu juga bersentuhan dengan manusia. Sehingga itu kita juga perlu belajar tentang perilaku manusia melalui ilmu-ilmu social. Kedua, gali kembali konsep-konsep anthropologi masyarakat local yang memberikan pesan lingkungan. Seperti ada konsep semacam ini “jangan tebang pohon itu karena disitu ada setannya”.

Pertanyaannya adalah mengapa kemudian konsep ini tidak lagi mempan dan dianggap ketinggalan zaman? Apakah karena masyarakat kita sudah tidak lagi takut pada setan? Dalam pemahaman tentang ilmu pengetahuan, yang disebut dengan ilmu jika pengetahuan itu diuji melalui pendekatan-pendekatan atau kaidah-kaidah universal. Anthropologi masyarakat semacam diatas belum bisa dikatakan sebagai ilmu karena terbatas pada lingkup tertentu dan belum teruji secara universal, sehingga ketika pengetahuan berkembang, pengetahuan-pengetahuan semacam ini kemudian ditinggalkan karena dianggap ketinggalan zaman. Oleh karena itu, pesan-pesan anthropologi semacam ini perlu diberi sentuhan sains. Caranya sederhana. Cari tahu pohon apa saja yang diberi pesan semacam itu dan lakukan penelitian-penelitian dengan menggunakan metode-metode atau kaidah-kaidah sains yang universal apakah pohon tersebut memiliki resapan yang tinggi atau memiliki daun yang lebat – yang nota bene menghasilkan banyak oksigen sehingga ada larangan untuk ditebang walaupun dengan penjelasan yang belum memadai oleh masyarakat pada waktu itu. 2. Kebanggan Mengapa kebanggan? Mengapa kita perlu bangga? Kebanggan macam apa? Kebanggaan kita adalah karena memliki hutan terbesar di dunia. Kebanggan kita adalah sejak nenek moyang kita, kita telah memiliki nilai-nilai lokal untuk menjaga hutan kita hingga saat ini dan telah mewariskan kepada kita. Kita perlu bangga karena kita menyumbang oksigen terbesar bagi dunia di samping Brazil dan Equador dengan hutan Amazonnya. Oleh karena itu dengan kebanggaan semacam ini kita perlu wariskan kearifan nenek moyang kita tentang menjaga hutan kita. Dalam konteks globalisasi semacam ini, seharusnya ini menjadi nilai tawar kita kepada bangsa-bangsa lain yang bangga dengan pengetahuan dan teknologinya. Dengan kebanggan mereka pada tataran ini, saat ini kita harus mengatakan kepada dunia bahwa teknologi bukan jaminan bagi keterlanjutan kehidupan. Kita harus bicara pada negara-negara maju bahwa tanpa kita sebagai penyangga bagi kehidupan mereka, teknologi yang mereka banggakan juga tidak mungkin tercipta.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita bangkit dengan bangga, dan sudah saatnya kita katakan kepada negara maju bahwa kita bukan bangsa yang tertinggal ataupun terbelakang menurut persepsi mereka, karena sepanjang sejarah telah terbukti bahwa kita penyumbang hidup mereka. Belajar dari pengalaman Equador. Selama puluhan tahun hutan tempat mereka bernaung tidak pernah diutak-atik apalagi dieksploitasi untuk mengambil minyak. Padahal di hutan itu juga merupakan salah satu sumber minyak yang bisa jadi devisa bagi negara itu. Tetapi, mereka memiliki cara pikir yang berbeda. Dengan hutan mereka, mereka menawar kepada dunia. Jika bantuan ekonomi tidak diberikan kepada mereka, mereka akan melakukan penambangan di hutan itu demi memperbaiki kondisi ekonomi. Dalam pikiran semacam ini bagi saya hentikan obsesi kita untuk mengejar ketertinggalan kita dengan negara maju dalam teknologi, tetapi dalam konteks global semacam sekarang ini berikan tekanan pada negara maju bahwa kita setara dan sejajar. Kita bukan lagi nomor dua dalam pandangan mereka. Fakta sejarah membuktikan bahwa dengan kearifan local yang kita miliki terbukti ratusan tahun dan ratusan generasi dunia kita selamatkan dengan menjaga hutan Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi. Tetapi dengan dalih kemajuan untuk mengejar ketertinggalan kita korbankan itu. Oleh karena itu kita harus bicara pada dunia, bahwa jika ingin menyelamatkan diri mereka, selamatkan hutan kita juga.


Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
www.kabarindonesia.com

1 komentar:

  1. ane dah tulis komentar, pas di poskan ternyata kaga' bisa. karena komentar terlalu panjang. akhirnya ane entri aja jadi tulisan baru. Bagi kalian yang mo' liat komentar ane tentang artikel diatas ini, bisa diliat di tulisan ane yang judulnya " cas cis cus dari ane "

    Nb: ini bagi yang mau aje... yang ga' mau kaga' maksa ko...hehehe ^_^

    BalasHapus