Senin, 26 April 2010

Kisah Tsa'labah


Seorang sahabat Nabi yang amat miskin datang pada Nabi
sambil mengadukan tekanan ekonomi yang dialaminya.
Tsa'labah, nama sahabat tersebut, memohon Nabi untuk
berdo'a supaya Allah memberikan rezeki yang banyak
kepadanya.

Semula Nabi menolak permintaan tersebut sambil
menasehati Tsa'labah agar meniru kehidupan Nabi saja.
Namun Tsa'labah terus mendesak. Kali ini dia
mengemukakan argumen yang sampai kini masih sering
kita dengar, "Ya Rasul, bukankah kalau Allah
memberikan kekayaan kepadaku, maka aku dapat
memberikan kepada setiap orang haknya".

Nabi kemudian mendo'akan Tsa'labah.

Tsa'labah mulai membeli ternak. Ternaknya berkembang
pesat sehingga ia harus membangun petenakakan agak
jauh dari Madinah. Seperti bisa diduga, setiap hari ia
sibuk mengurus ternaknya. Ia tidak dapat lagi
menghadiri shalat jama'ah bersama Rasul di siang hari.
Hari-hari selanjutnya, ternaknya semakin banyak;
sehingga semakin sibuk pula Tsa'labah engurusnya.
Kini, ia tidak dapat lagi berjama'ah bersama Rasul.
Bahkan menghadiri shalat jum'at dan shalat jenazah pun
tak bisa dilakukan lagi.

Ketika turun perintah zakat, Nabi menugaskan dua orang
sahabat untuk menarik zakat dari Tsa'labah. Sayang,
Tsa'labah menolak mentah-mentah utusan Nabi itu.
Ketika utusan Nabi datang hendak melaporkan kasus
Tsa'labah ini, Nabi menyambut
utusan itu dengan ucapan beliau, "Celakalah
Tsa'labah!"

Nabi murka, dan Allah pun murka! Saat itu turunlah Qs
at-Taubah: 75-78

"Dan diantara mereka ada yang telah berikrar kepada
Allah, "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian
karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah
dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh."

Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian
dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan
berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang
selalu membelakangi (kebenaran).

Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka
sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena
mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah
mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka
selalu berdusta.

Tidaklah mereka tahu bahwasannya Allah mengetahui
rahasia dan bisikan mereka, dan bahwasannya Allah amat
mengetahui yang ghaib?"

Tsa'labah mendengar ada ayat turun mengecam dirinya,
ia mulai ketakutan. Segera ia temui Nabi sambil
menyerahkan zakatnya. Akan tetapi Nabi menolaknya,
"Allah melarang aku menerimanya." Tsa'labah menangis
tersedu-sedu. Setelah Nabi wafat, Tsa'labah
menyerahkan zakatnya kepada Abu Bakar, kemudian Umar,
tetapi kedua Khalifah itu menolaknya. Tsa'labah
meninggal pada masa Utsman.

Dimanakah Ts'alabah sekarang?

Jangan-jangan kitalah Tsa'labah-Tsa'labah baru
yang dengan linangan air mata memohon agar rezeki
Allah turun kepada kita, dan ketika rezeki itu turun,
dengan sombongnya kita lupakan ayat-ayat Allah.

Bukankah kita dengan alasan sibuk berbisnis tak lagi
sempat sholat lima waktu. Bukankah dengan alasan ada
"meeting penting" kita lupakan perintah untuk sholat
Jum'at. Bukankah ketika ada yang meminta sedekah dan
zakat, kita ceramahi mereka dengan cerita bahwa harta
yang kita miliki ini hasil kerja keras, siang-malam
membanting tulang; bukan turun begitu saja dari
langit, lalu mengapa orang-orang mau enaknya saja
minta sedekah tanpa harus kerja keras.

Kitalah Tsa'labah....Tsa'labah ternyata masih hidup
dan "mazhab"-nya masih kita ikuti...

Konon, ada riwayat yang memuat saran Nabi Muhammad SAW
(dan belakangan digubah
menjadi puisi oleh Taufiq Ismail),

"Bersedekahlah, dan jangan tunggu satu hari nanti di
saat engkau ingin bersedekah tetapi orang miskin
menolaknya dan mengatakan 'kami tak butuh uangmu, yang
kami butuhkan adalah darahmu'!"

Dahulu Tsa'labah menangis di depan Nabi yang tak mau
menerima zakatnya. Sekarang ditengah kesenjangan
sosial di negeri kita, jangan-jangan kita bukan hanya
akan menangis namun berlumuran darah ketika orang
miskin menolak sedekah dan zakat
kita!


Dikutip dari milis masyarakat-muslimv

Tidak ada komentar:

Posting Komentar